ETIKA PROFESI AKUNTANSI

Oktober 5, 2011

ETIKA PROFESI AKUNTANSI

BAB I
PENDAHULUAN1.1 Latar Belakang Masalah
Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia dimaksudkan sebagai panduan dan aturan bagi seluruh anggota, baik yang berpraktik sebagai akuntan publik, bekerja di lingkungan dunia usaha, pada instansi pemerintah, maupun di lingkungan dunia pendidikan dalam pemenuhan tanggung-jawab profesionalnya.
Tujuan profesi akuntansi adalah memenuhi tanggung-jawabnya dengan standar profesionalisme tertinggi, mencapai tingkat kinerja tertinggi, dengan orientasi kepada kepentingan publik. Untuk mencapai tujuan tersebut terdapat empat kebutuhan dasar yang harus dipenuhi:
• Kredibilitas. Masyarakat membutuhkan kredibilitas informasi dan sistem informasi.
• Profesionalisme. Diperlukan individu yang dengan jelas dapat diidentifikasikan oleh pemakai jasa Akuntan sebagai profesional di bidang akuntansi.
• Kualitas Jasa. Terdapatnya keyakinan bahwa semua jasa yang diperoleh dari akuntan diberikan dengan standar kinerja tertinggi.
• Kepercayaan. Pemakai jasa akuntan harus dapat merasa yakin bahwa terdapat kerangka etika profesional yang melandasi pemberian jasa oleh akuntan.
Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia terdiri dari tiga bagian:
(1) Prinsip Etika,
(2) Aturan Etika, dan
(3) Interpretasi Aturan Etika.
Prinsip Etika memberikan kerangka dasar bagi Aturan Etika, yang mengatur pelaksanaan pemberian jasa profesional oleh anggota. Prinsip Etika disahkan oleh Kongres dan berlaku bagi seluruh anggota, sedangkan Aturan Etika disahkan oleh Rapat Anggota Himpunan dan hanya mengikat anggota Himpunan yang bersangkutan. Interpretasi Aturan Etika merupakan interpretasi yang dikeluarkan oleh Badan yang dibentuk oleh Himpunan setelah memperhatikan tanggapan dari anggota, dan pihak-pihak berkepentingan lainnya, sebagai panduan dalam penerapan Aturan Etika, tanpa dimaksudkan untuk membatasi lingkup dan penerapannya.
Pernyataan Etika Profesi yang berlaku saat ini dapat dipakai sebagai Interpretasi dan atau Aturan Etika sampai dikeluarkannya aturan dan interpretasi baru untuk menggantikannya.
1.2 Rumusan dan Batasan Masalah
Rumusan : Bagaimana kinerja etika profesi akuntansi di Indonesia?
Batasan : Bagaimana kinerja etika profesi akuntansi di PT MSM/TTN ?

1.3 Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui kinerja etika profesi akuntansi di Indonesia khususnya di PT MSM/TTN.

1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penulisan ilmiah ini adalah :
1. Manfaat akademis
a. Sebagai informasi dan tambahan referensi untuk penelitian selanjutnya yang mengkaji tentang etika profesi akuntansi.
b. Agar penulis pada khususnya dan lingkungan akademis pada umumnya dapat memperoleh pemahaman mengenai penerapan dan kinerja etika profesi akuntansi.

2. Manfaat praktis
Sebagai bahan pertimbangan bagi pihak-pihak yang mempunyai kepentingan dalam kegiatan perusahaan untuk merencanakan kegiatan operasionalnya serta dapat dijadikan masukan untuk melakukan perbaikan-perbaikan agar tujuan perusahaan dapat tercapai.

1.5 Metodologi Penelitian
1.5.1 Metode Pengumpulan Data / Variabel
Dalam penulisan ilmiah ini metode penelitian yang digunakan untuk memperoleh data adalah :
1. Studi Pustaka
Dalam hal ini, pengumpulan data dilakukan dengan mempelajari buku – buku yang berkaitan dengan etika profesi akuntansi sehingga dapat membantu dalam menyusun penulisan ilmiah ini.
2. Observasi
Dalam hal ini, pengumpulan data sekunder dilakukan dengan menggunakan website http://www.google.com.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Etika

Dari asal usul kata, Etika berasal dari bahasa Yunani ‘ethos’ yang berarti adat istiadat/ kebiasaan yang baik Perkembangan etika yaitu Studi tentang kebiasaan manusia berdasarkan kesepakatan, menurut ruang dan waktu yang berbeda, yang menggambarkan perangai manusia dalam kehidupan pada umumnya.

Etika adalah Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat. Dengan kata lain etika adalah seperangkat aturan atau norma atau pedoman yang mengatur perilaku manusia, baik yang harus dilakukan maupun yang harus ditinggalkan yang di anut oleh sekelompok atau segolongan masyarakat atau profesi.

2.1.1 Fungsi Etika

1. Sarana untuk memperoleh orientasi kritis berhadapan dengan pelbagai moralitas yang membingungkan.
2. Etika ingin menampilkanketrampilan intelektual yaitu ketrampilan untuk berargumentasi secara rasional dan kritis.
3. Orientasi etis ini diperlukan dalam mengabil sikap yang wajar dalam suasana pluralism.

2.1.2 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pelanggaran Etika :

1. Kebutuhan Individu
2. Tidak Ada Pedoman
3. Perilaku dan Kebiasaan Individu Yang Terakumulasi dan Tak Dikoreksi
4. Lingkungan Yang Tidak Etis
5. Perilaku Dari Komunitas

2.1.3 Sanksi Pelanggaran Etika :
1. Sanksi Sosial
Skala relatif kecil, dipahami sebagai kesalahan yang dapat ‘dimaafkan’
2. Sanksi Hukum
Skala besar, merugikan hak pihak lain.

2.1.4 Jenis-jenis Etika
1. Etika umum yang berisi prinsip serta moral dasar
2. Etika khusus atau etika terapan yang berlaku khusus. Etika khusus ini masih dibagi lagi menjadi etika individual dan etika sosial. Etika sosial dibagi menjadi:
• Sikap terhadap sesama;
• Etika keluarga
• Etika profesi misalnya etika untuk pustakawan, arsiparis, dokumentalis, pialang informasi
• Etika politik
• Etika lingkungan hidupserta
• Kritik ideologi Etika adalah filsafat atau pemikiran kritis rasional tentang ajaran moral sedangka moral adalah ajaran baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban dsb. Etika selalu dikaitkan dengan moral serta harus dipahami perbedaan antara etika dengan moralitas.

2.1.5 Menyelesaikan dilemma etika
1. Memperoleh fakta yang relevan
2. Mengidentifikasikan isu etika berdasarkan fakta tersebut
3. Menentukan siapa yang akan terkena pengaruh dari keluaran (outcome) dilema tersebut dan bagaimana cara setiap pribadi atau kelompok itu dipengaruhi
4. Mengidentifikasikan berbagai alternatif yang tersedia bagi pribadi yang harus menyelesaikan dilema tersebut
5. Mengidentifikasikan konsekuensi yang mungkin terjadi pada setiap alternatif
6. Memutuskan tindakan yang tepat untuk dilakukan

2.1.6 Kebutuhan Khusus Akan Kode Etik Profesi
1. Setiap profesi yang menyediakan jasanya kepada masyarakat memerlukan kepercayaan dari masyarakat yang dilayaninya.
2. Kepercayaan masyarakat terhadap mutu jasa akuntan publik akan menjadi lebih tinggi jika profesi tersebut menerapkan standar mutu tinggi terhadap pelaksanaan pekerjaan profesional yang dilakukan oleh anggota profesinya.

2.2 Perilaku Etika dalam Bisnis

Etika dan integritas merupakan suatu keinginan yang murni dalam membantu orang lain. Kejujuran yang ekstrim, kemampuan untuk mengenalisis batas-batas kompetisi seseorang, kemampuan untuk mengakui kesalahan dan belajar dari kegagalan.
Kompetisi inilah yang harus memanas belakangan ini. Kata itu mengisyaratkan sebuah konsep bahwa mereka yang berhasil adalah yang mahir menghancurkan musuh-musuhnya. Banyak yang mengatakan kompetisi lambang ketamakan. Padahal, perdagangan dunia yang lebih bebas dimasa mendatang justru mempromosikan kompetisi yang juga lebih bebas.
Lewat ilmu kompetisi kita dapat merenungkan, membayangkan eksportir kita yang ditantang untuk terjun ke arena baru yaitu pasar bebas dimasa mendatang. Kemampuan berkompetisi seharusnya sama sekali tidak ditentukan oleh ukuran besar kecilnya sebuah perusahaan. Inilah yang sering dikonsepkan berbeda oleh penguasa kita.
Jika kita ingin mencapai target ditahun 2000, sudah saatnya dunia bisnis kita mampu menciptakan kegiatan bisnis yang bermoral dan beretika, yang terlihat perjalanan yang seiring dan saling membutuhkan antara golongan menengah kebawah dan pengusaha golongan atas.
Dalam menciptakan etika bisnis, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain yaitu pengendalian diri, pengembangan tanggung jawab sosial, mempertahankan jati diri, menciptakan persaingan yang sehat, menerapkan konsep pembangunan tanggung jawab sosial, mempertahankan jati diri, menciptakan persaingan yang sehat, menerapkan konsep pembangunan yang berkelanjutan, menghindari sikap 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi, dan Komisi) mampu mengatakan yang benar itu benar, dll.
Dengan adanya moral dan etika dalam dunia bisnis, serta kesadaran semua pihak untuk melaksanakannya, kita yakin jurang itu dapat dikurangi, serta kita optimis salah satu kendala dalam menghadapi era globalisasi pada tahun 2000 an dapat diatasi.

a. Moral Dalam Dunia Bisnis
Sejalan dengan berakhirnya pertemuan para pemimpin APEC di Osaka Jepang dan dengan diperjelasnya istilah untuk menjadikan Asia Pasifik ditahun 2000 menjadi daerah perdagangan yang bebas sehingga baik kita batas dunia akan semakin “kabur” (borderless) world. Hal ini jelas membuat semua kegiatan saling berpacu satu sama lain untuk mendapatkan kesempatan (opportunity) dan keuntungan (profit). Kadang kala untuk mendapatkan kesempatan dan keuntungan tadi, memaksa orang untuk menghalalkan segala cara mengindahkan ada pihak yang dirugikan atau tidak.
Dengan kondisi seperti ini, pelaku bisnis kita jelas akan semakin berpacu dengan waktu serta negara-negara lainnya agar terwujud suatu tatanan perekonomian yang saling menguntungkan. Namun perlu kita pertanyakan apakah yang diharapkan oleh pemimpin APEC tersebut dapat terwujud manakala masih ada bisnis kita khususnya dan internasional umumnya dihinggapi kehendak saling “menindas” agar memperoleh tingkat keuntungan yang berlipat ganda. Inilah yang merupakan tantangan bagi etika bisnis kita.
Jika kita ingin mencapai target pada tahun 2000 an, ada saatnya dunia bisnis kita mampu menciptakan kegiatan bisnis yang bermoral dan beretika, yang terlihat perjalanan yang seiring dan saling membutuhkan antara golongan menengah kebawah dan pengusaha golongan keatas. Apakah hal ini dapat diwujudkan ?
Berbicara tentang moral sangat erat kaitannya dengan pembicaraan agama dan budaya, artinya kaidah-kaidah dari moral pelaku bisnis sangat dipengaruhi oleh ajaran serta budaya yang dimiliki oleh pelaku-pelaku bisnis sendiri. Setiap agama mengajarkan pada umatnya untuk memiliki moral yang terpuji, apakah itu dalam kegiatan mendapatkan keuntungan dalam ber-“bisnis”. Jadi, moral sudah jelas merupakan suatu yang terpuji dan pasti memberikan dampak positif bagi kedua belah pihak. Umpamanya, dalam melakukan transaksi, jika dilakukan dengan jujur dan konsekwen, jelas kedua belah pihak akan merasa puas dan memperoleh kepercayaan satu sama lain, yang pada akhirnya akan terjalin kerja sama yang erat saling menguntungkan.
Moral dan bisnis perlu terus ada agar terdapat dunia bisnis yang benar-benar menjamin tingkat kepuasan, baik pada konsumen maupun produsen. Kenapa hal perlu ini dibicarakan?
Isu yang mencuat adalah semakin pesatnya perkembangan informasi tanpa diimbangi dengan dunia bisnis yang ber “moral”, dunia ini akan menjadi suatu rimba modern yang di kuat menindas yang lemah sehingga apa yang diamanatkan UUD 1945, Pasal 33 dan GBHN untuk menciptakan keadilan dan pemerataan tidak akan pernah terwujud.
Moral lahir dari orang yang memiliki dan mengetahui ajaran agama dan budaya. Agama telah mengatur seseorang dalam melakukan hubungan dengan orang sehingga dapat dinyatakan bahwa orang yang mendasarkan bisnisnya pada agama akan memiliki moral yang terpuji dalam melakukan bisnis. Berdasarkan ini sebenarnya moral dalam berbisnis tidak akan bisa ditentukan dalam bentuk suatu peraturan (rule) yang ditetapkan oleh pihak-pihak tertentu. Moral harus tumbuh dari diri seseorang dengan pengetahuan ajaran agama yang dianut budaya dan dimiliki harus mampu diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.

b. Etika Dalam Dunia Bisnis
Apabila moral merupakan sesuatu yang mendorong orang untuk melakukan kebaikan etika bertindak sebagai rambu-rambu (sign) yang merupakan kesepakatan secara rela dari semua anggota suatu kelompok. Dunia bisnis yang bermoral akan mampu mengembangkan etika (patokan/rambu-rambu) yang menjamin kegiatan bisnis yang seimbang, selaras, dan serasi.
Etika sebagai rambu-rambu dalam suatu kelompok masyarakat akan dapat membimbing dan mengingatkan anggotanya kepada suatu tindakan yang terpuji (good conduct) yang harus selalu dipatuhi dan dilaksanakan. Etika di dalam bisnis sudah
tentu harus disepakati oleh orang-orang yang berada dalam kelompok bisnis serta kelompok yang terkait lainnya. Mengapa ?
Dunia bisnis, yang tidak ada menyangkut hubungan antara pengusaha dengan pengusaha, tetapi mempunyai kaitan secara nasional bahkan internasional. Tentu dalam hal ini, untuk mewujudkan etika dalam berbisnis perlu pembicaraan yang transparan antara semua pihak, baik pengusaha, pemerintah, masyarakat maupun bangsa lain agar jangan hanya satu pihak saja yang menjalankan etika sementara pihak lain berpijak kepada apa yang mereka inginkan. Artinya kalau ada pihak terkait yang tidak mengetahui dan menyetujui adanya etika moral dan etika, jelas apa yang disepakati oleh kalangan bisnis tadi tidak akan pernah bisa diwujudkan. Jadi, jelas untuk menghasilkan suatu etika didalam berbisnis yang menjamin adanya kepedulian antara satu pihak dan pihak lain tidak perlu pembicaraan yang bersifat global yang mengarah kepada suatu aturan yang tidak merugikan siapapun dalam perekonomian.
Dalam menciptakan etika bisnis, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain ialah
1. Pengendalian diri
Artinya, pelaku-pelaku bisnis dan pihak yang terkait mampu mengendalikan diri mereka masing-masing untuk tidak memperoleh apapun dari siapapun dan dalam bentuk apapun. Disamping itu, pelaku bisnis sendiri tidak mendapatkan keuntungan dengan jalan main curang dan menekan pihak lain dan menggunakan keuntungan dengan jalan main curang dan menakan pihak lain dan menggunakan keuntungan tersebut walaupun keuntungan itu merupakan hak bagi pelaku bisnis, tetapi penggunaannya juga harus memperhatikan kondisi masyarakat sekitarnya. Inilah etika bisnis yang “etis”.

2. Pengembangan tanggung jawab sosial (social responsibility)
Pelaku bisnis disini dituntut untuk peduli dengan keadaan masyarakat, bukan hanya dalam bentuk “uang” dengan jalan memberikan sumbangan, melainkan lebih kompleks lagi. Artinya sebagai contoh kesempatan yang dimiliki oleh pelaku bisnis untuk menjual pada tingkat harga yang tinggi sewaktu terjadinya excess demand harus menjadi perhatian dan kepedulian bagi pelaku bisnis dengan tidak memanfaatkan kesempatan ini untuk meraup keuntungan yang berlipat ganda. Jadi, dalam keadaan excess demand pelaku bisnis harus mampu mengembangkan dan memanifestasikan sikap tanggung jawab terhadap masyarakat sekitarnya.

3. Mempertahankan jati diri dan tidak mudah untuk terombang-ambing oleh pesatnya perkembangan informasi dan teknologi
Bukan berarti etika bisnis anti perkembangan informasi dan teknologi, tetapi informasi dan teknologi itu harus dimanfaatkan untuk meningkatkan kepedulian bagi golongan yang lemah dan tidak kehilangan budaya yang dimiliki akibat adanya tranformasi informasi dan teknologi.

4. Menciptakan persaingan yang sehat
Persaingan dalam dunia bisnis perlu untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas, tetapi persaingan tersebut tidak mematikan yang lemah, dan sebaliknya, harus terdapat jalinan yang erat antara pelaku bisnis besar dan golongan menengah kebawah, sehingga dengan perkembangannya perusahaan besar mampu memberikan spread effect terhadap perkembangan sekitarnya. Untuk itu dalam menciptakan persaingan perlu ada kekuatan-kekuatan yang seimbang dalam dunia bisnis tersebut.

5. Menerapkan konsep “pembangunan berkelanjutan”
Dunia bisnis seharusnya tidak memikirkan keuntungan hanya pada saat sekarang, tetapi perlu memikirkan bagaimana dengan keadaan dimasa mendatang. Berdasarkan ini jelas pelaku bisnis dituntut tidak meng-“ekspoitasi” lingkungan dan keadaan saat sekarang semaksimal mungkin tanpa mempertimbangkan lingkungan dan keadaan dimasa datang walaupun saat sekarang merupakan kesempatan untuk memperoleh keuntungan besar.

6. Menghindari sifat 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi dan Komisi)
Jika pelaku bisnis sudah mampu menghindari sikap seperti ini, kita yakin tidak akan terjadi lagi apa yang dinamakan dengan korupsi, manipulasi dan segala bentuk permainan curang dalam dunia bisnis ataupun berbagai kasus yang mencemarkan nama bangsa dan negara.

7. Mampu menyatakan yang benar itu benar
Artinya, kalau pelaku bisnis itu memang tidak wajar untuk menerima kredit (sebagai contoh) karena persyaratan tidak bisa dipenuhi, jangan menggunakan “katabelece” dari “koneksi” serta melakukan “kongkalikong” dengan data yang salah. Juga jangan memaksa diri untuk mengadakan “kolusi” serta memberikan “komisi” kepada pihak yang terkait.

8. Menumbuhkan sikap saling percaya antara golongan pengusaha kuat dan golongan pengusaha kebawah
Untuk menciptakan kondisi bisnis yang “kondusif” harus ada saling percaya (trust) antara golongan pengusaha kuat dengan golongan pengusaha lemah agar pengusaha lemah mampu berkembang bersama dengan pengusaha lainnya yang sudah besar dan mapan. Yang selama ini kepercayaan itu hanya ada antara pihak golongan kuat, saat sekarang sudah waktunya memberikan kesempatan kepada pihak menengah untuk berkembang dan berkiprah dalam dunia bisnis.

9. Konsekuen dan konsisten dengan aturan main yang telah disepakati bersama
Semua konsep etika bisnis yang telah ditentukan tidak akan dapat terlaksana apabila setiap orang tidak mau konsekuen dan konsisten dengan etika tersebut. Mengapa? Seandainya semua ketika bisnis telah disepakati, sementara ada “oknum”, baik pengusaha sendiri maupun pihak yang lain mencoba untuk melakukan “kecurangan” demi kepentingan pribadi, jelas semua konsep etika bisnis itu akan “gugur” satu semi satu.

10. Menumbuhkembangkan kesadaran dan rasa memiliki terhadap apa yang telah disepakati
Jika etika ini telah memiliki oleh semua pihak, jelas semua memberikan suatu ketentraman dan kenyamanan dalam berbisnis.

11. Perlu adanya sebagian etika bisnis yang dituangkan dalam suatu hukum positif yang berupa peraturan perundang-undangan
Hal ini untuk menjamin kepastian hukum dari etika bisnis tersebut, seperti “proteksi” terhadap pengusaha lemah. Kebutuhan tenaga dunia bisnis yang bermoral dan beretika saat sekarang ini sudah dirasakan dan sangat diharapkan semua pihak apalagi dengan semakin pesatnya perkembangan globalisasi dimuka bumi ini.
Dengan adanya moral dan etika dalam dunia bisnis serta kesadaran semua pihak untuk melaksanakannya, kita yakin jurang itu akan dapat diatasi, serta optimis salah satu kendala dalam menghadapi tahun 2000 dapat diatasi.

2.3 Perilaku Etika dalam Profesi Akuntansi
Timbul dan berkembangnya profesi akuntan publik di suatu negara adalah sejalan dengan berkembangnya perusahaan dan berbagai bentuk badan hukum perusahaan di negara tersebut. Jika perusahaan-perusahaan di suatu negara berkembang sedemikian rupa sehingga tidak hanya memerlukan modal dari pemiliknya, namun mulai memerlukan modal dari kreditur, dan jika timbul berbagai perusahaan berbentuk badan hukum perseroan terbatas yang modalnya berasal dari masyarakat, jasa akuntan publik mulai diperlukan dan berkembang. Dari profesi akuntan publik inilah masyarakat kreditur dan investor mengharapkan penilaian yang bebas tidak memihak terhadap informasi yang disajikan dalam laporan keuangan oleh manajemen perusahaan.
Profesi akuntan publik menghasilkan berbagai jasa bagi masyarakat, yaitu jasa assurance, jasa atestasi, dan jasa nonassurance. Jasa assurance adalah jasa profesional independen yang meningkatkan mutu informasi bagi pengambil keputusan. Jasa atestasi terdiri dari audit, pemeriksaan (examination), review, dan prosedur yang disepakati (agreed upon procedure). Jasa atestasi adalah suatu pernyataan pendapat, pertimbangan orang yang independen dan kompeten tentang apakah asersi suatu entitas sesuai dalam semua hal yang material, dengan kriteria yang telah ditetapkan. Jasa nonassurance adalah jasa yang dihasilkan oleh akuntan publik yang di dalamnya ia tidak memberikan suatu pendapat, keyakinan negatif, ringkasan temuan, atau bentuk lain keyakinan. Contoh jasa nonassurance yang dihasilkan oleh profesi akuntan publik adalah jasa kompilasi, jasa perpajakan, jasa konsultasi.
Secara umum auditing adalah suatu proses sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif mengenai pernyataan tentang kejadian ekonomi, dengan tujuan untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan, serta penyampaian hasil-hasilnya kepada pemakai yang berkepentingan. Ditinjau dari sudut auditor independen, auditing adalah pemeriksaan secara objektif atas laporan keuangan suatu perusahaan atau organisasi yang lain dengan, tujuan untuk menentukan apakah laporan keuangan tersebut menyajikan secara wajar keadaan keuangan dan hasil usaha perusahaan atau organisasi tersebut.
Profesi akuntan publik bertanggung jawab untuk menaikkan tingkat keandalan laporan keuangan perusahaan-perusahaan, sehingga masyarakat keuangan memperoleh informasi keuangan yang andal sebagai dasar untuk memutuskan alokasi sumber-sumber ekonomi.

Laporan Audit
Laporan audit merupakan alat yang digunakan oleh auditor untuk mengkomunikasikan hasil auditnya kepada masyarakat. Oleh karena itu, makna setiap kalimat yang tercantum dalam laporan audit baku dapat digunakan untuk mengenal secara umum profesi akuntan publik.
Laporan audit baku terdiri dari tiga paragraf, yaitu paragraf pengantar, paragraf lingkup, dan paragraf pendapat. Paragraf pengantar berisi objek yang diaudit oleh auditor dan penjelasan tanggung jawab manajemen dan tanggung jawab auditor. Paragraf lingkup berisi pernyataan ringkas mengenai lingkup audit yang dilaksanakan oleh auditor, dan paragraf pendapat berisi pernyataan ringkas mengenai pendapat auditor tentang kewajaran laporan keuangan auditan.
Paragraf pendapat digunakan oleh auditor untuk menyatakan pendapatnya atas kewajaran laporan keuangan auditan, berdasarkan kriteria prinsip akuntansi berterima umum di Indonesia dan konsistensi penerapan prinsip akuntansi tersebut dalam tahun yang diaudit dibanding dengan penerapan prinsip akuntansi tersebut dalam tahun sebelumnya. Ada empat kemungkinan pernyataan pendapat auditor, yaitu:
1. auditor menyatakan pendapat wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion);
2. auditor menyatakan pendapat wajar dengan pengecualian (qualified opinion;
3. auditor menyatakan pendapat tidak wajar (adverse opinion);
4. auditor menyatakan tidak memberikan pendapat (disclaimer of opinion atau no opinion).
Standar umum mengatur persyaratan pribadi auditor. Kelompok standar ini mengatur keahlian dan pelatihan teknis yang harus dipenuhi agar seseorang memenuhi syarat untuk melakukan auditing, sikap mental independen yang harus dipertahankan oleh auditor dalam segala hal yang bersangkutan dengan pelaksanaan perikatannya, dan keharusan auditor menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama.
Ada tiga tipe auditor menurut lingkungan pekerjaan auditing, yaitu auditor independen, auditor pemerintah, dan auditor intern. Auditor independen adalah auditor profesional yang menjual jasanya kepada masyarakat umum, terutama dalam bidang audit atas laporan keuangan yang disajikan oleh kliennya. Auditor pemerintah adalah auditor profesional yang bekerja di instansi pemerintah yang tugas pokoknya melakukan audit atas pertanggungjawaban keuangan yang disajikan oleh unit-unit organisasi dalam pemerintahan atau pertanggungjawaban keuangan yang ditujukan kepada pemerintah. Auditor intern adalah auditor yang bekerja dalam perusahaan (perusahaan negara maupun perusahaan swasta) yang tugas pokoknya adalah menentukan apakah kebijakan dan prosedur yang ditetapkan oleh manajemen puncak telah dipatuhi, menentukan baik atau tidaknya penjagaan terhadap kekayaan organisasi, menentukan efisiensi dan efektivitas prosedur kegiatan organisasi, serta menentukan keandalan informasi yang dihasilkan oleh berbagai bagian organisasi.
Ada tiga tipe auditing, yaitu audit laporan keuangan, audit kepatuhan, dan audit operasional.

Tipe Audit dan Auditor
Ada tiga tipe auditing, yaitu audit laporan keuangan, audit kepatuhan, dan audit operasional. Audit laporan keuangan adalah audit yang dilakukan oleh auditor independen terhadap laporan keuangan yang disajikan oleh kliennya untuk menyatakan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut. Audit kepatuhan adalah audit yang tujuannya untuk menentukan kepatuhan entitas yang diaudit terhadap kondisi atau peraturan tertentu. Audit operasional merupakan review secara sistematik atas kegiatan organisasi, atau bagian daripadanya, dengan tujuan untuk; (1) mengevaluasi kinerja, (2) mengidentifikasi kesempatan untuk peningkatan, (3) membuat rekomendasi untuk perbaikan atau tindakan lebih lanjut
Ada tiga tipe auditor menurut lingkungan pekerjaan auditing, yaitu auditor independen, auditor pemerintah, dan auditor intern. Auditor independen adalah auditor profesional yang menyediakan jasanya kepada masyarakat umum, terutama dalam bidang audit atas laporan keuangan yang disajikan oleh kliennya. Auditor pemerintah adalah auditor profesional yang bekerja di instansi pemerintah, yang tugas pokoknya melakukan audit atas pertanggungjawaban keuangan yang disajikan oleh unit-unit organisasi dalam pemerintahan atau pertanggungjawaban keuangan yang ditujukan kepada pemerintah. Auditor intern adalah auditor yang bekerja dalam perusahaan (perusahaan negara maupun perusahaan swasta), yang tugas pokoknya adalah menentukan apakah kebijakan dan prosedur yang ditetapkan oleh manajemen puncak telah dipatuhi, menentukan baik atau tidaknya penjagaan terhadap kekayaan organisasi, menentukan efisiensi dan efektivitas prosedur kegiatan organisasi, dan menentukan keandalan informasi yang dihasilkan oleh berbagai bagian organisasi.

2.4 Etika Profesional Profesi Akuntan Publik
Setiap profesi yang menyediakan jasanya kepada masyarakat memerlukan kepercayaan dari masyarakat yang dilayaninya. Kepercayaan masyarakat terhadap mutu jasa akuntan publik akan menjadi lebih tinggi, jika profesi tersebut menerapkan standar mutu tinggi terhadap pelaksanaan pekerjaan profesional yang dilakukan oleh anggota profesinya. Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik merupakan etika profesional bagi akuntan yang berpraktik sebagai akuntan publik Indonesia. Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik bersumber dari Prinsip Etika yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia. Dalam konggresnya tahun 1973, Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) untuk pertama kalinya menetapkan kode etik bagi profesi akuntan Indonesia, kemudian disempurnakan dalam konggres IAI tahun 1981, 1986,1994, dan terakhir tahun 1998. Etika profesional yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia dalam kongresnya tahun 1998 diberi nama Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia.
Akuntan publik adalah akuntan yang berpraktik dalam kantor akuntan publik, yang menyediakan berbagai jenis jasa yang diatur dalam Standar Profesional Akuntan Publik, yaitu auditing, atestasi, akuntansi dan review, dan jasa konsultansi. Auditor independen adalah akuntan publik yang melaksanakan penugasan audit atas laporan keuangan historis yang menyediakan jasa audit atas dasar standar auditing yang tercantum dalam Standar Profesional Akuntan Publik. Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia dijabarkan ke dalam Etika Kompartemen Akuntan Publik untuk mengatur perilaku akuntan yang menjadi anggota IAI yang berpraktik dalam profesi akuntan publik.

2.5 Aturan Etika Profesi Akuntansi IAI

Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia dimaksudkan sebagai panduan dan aturan bagi seluruh anggota, baik yang berpraktik sebagai akuntan publik, bekerja di lingkungan dunia usaha, pada instansi pemerintah, maupun di lingkungan dunia pendidikan dalam pemenuhan tanggung-jawab profesionalnya. .
Tujuan profesi akuntansi adalah memenuhi tanggung-jawabnya dengan standar profesionalisme tertinggi, mencapai tingkat kinerja tertinggi, dengan orientasi kepada kepentingan publik. Untuk mencapai tujuan terse but terdapat empat kebutuhan dasar yang harus dipenuhi:
Kredibilitas. Masyarakat membutuhkan kredibilitas informasi dan sistem informasi.
• Profesionalisme. Diperlukan individu yang dengan jelas dapat diidentifikasikan oleh pemakai jasa Akuntan sebagai profesional di bidang akuntansi.
• Kualitas Jasa. Terdapatnya keyakinan bahwa semua jasa yang diperoleh dari akuntan diberikan dengan standar kinerja tertinggi.
• Kepercayaan. Pemakai jasa akuntan harus dapat merasa yakin bahwa terdapat kerangka etika profesional yang melandasi pemberian jasa oleh akuntan.

Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia terdiri dari tiga bagian: (1) Prinsip Etika, (2) Aturan Etika, dan (3) Interpretasi Aturan Etika. Prinsip Etika memberikan kerangka dasar bagi Aturan Etika, yang mengatur pelaksanaan pemberian jasa profesional oleh anggota. Prinsip Etika disahkan oleh Kongres dan berlaku bagi seluruh anggota, sedangkan Aturan Etika disahkan oleh Rapat Anggota Himpunan dan hanya mengikat anggota Himpunan yang bersangkutan. Interpretasi Aturan Etika merupakan interpretasi yang dikeluarkan oleh Badan yang dibentuk oleh Himpunan setelah memperhatikan tanggapan dari anggota, dan pihak-pihak berkepentingan lainnya, sebagai panduan dalam penerapan Aturan Etika, tanpa dimaksudkan untuk membatasi lingkup dan penerapannya.
Pernyataan Etika Profesi yang berlaku saat ini dapat dipakai sebagai Interpretasi dan atau Aturan Etika sampai dikeluarkannya aturan dan interpretasi baru untuk menggantikannya.
Kepatuhan
Kepatuhan terhadap Kode Etik, seperti juga dengan semua standar dalam masyarakat terbuka, tergantung terutama sekali pada pemahaman dan tindakan sukarela anggota. Di samping itu, kepatuhan anggota juga ditentukan oleh adanya pemaksaan oleh sesama anggota dan oleh opini publik, dan pada akhirnya oleh adanya mekanisme pemrosesan pelanggaran Kode Etik oleh organisasi, apabila diperlukan, terhadap anggota yang tidak menaatinya.
Jika perlu, anggota juga harus memperhatikan standar etik yang ditetapkan oleh badan pemerintahan yang mengatur bisnis klien atau menggunakan laporannya untuk mengevaluasi kepatuhan klien terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Prinsip etika akuntan atau kode etik akuntan itu sendiri meliputi delapan butir pernyataan. Kedelapan butir pernyataan tersebut merupakan hal-hal yang seharusnya dimiliki oleh seorang akuntan. Delapan butir tersebut terdeskripsikan sebagai berikut :
1. Tanggung Jawab profesi
Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai profesional, setiap anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semuakegiatan yang dilakukannya. Sebagai profesional, anggota mempunyai peran penting dalam masyarakat. Sejalan dengan peran tersebut, anggota mempunyai tanggung jawab kepada semua pemakai jasa profesional mereka. Anggota juga harus selalu bertanggungjawab untuk bekerja sama dengan sesama anggota untuk mengembangkan profesi akuntansi, memelihara kepercayaan masyarakat dan menjalankan tanggung jawab profesi dalam mengatur dirinya sendiri. Usaha kolektif semua anggota diperlukan untuk memelihara dan meningkatkan tradisi profesi.
2. Kepentingan Publik
Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukan komitmen atas profesionalisme.
Satu ciri utama dari suatu profesi adalah penerimaan tanggung jawab kepada publik. Profesi akuntan memegang peran yang penting di masyarakat, dimana publik dari profesi akuntan yang terdiri dari klien, pemberi kredit, pemerintah, pemberi kerja, pegawai, investor, dunia bisnis dan keuangan, dan pihak lainnya bergantung kepada obyektivitas dan integritas akuntan dalam memelihara berjalannya fungsi bisnis secara tertib. Ketergantungan ini menimbulkan tanggung jawab akuntan terhadap kepentingan publik. Kepentingan publik didefinisikan sebagai kepentingan masyarakat dan institusi yang dilayani anggota secara keseluruhan. Ketergantungan ini menyebabkan sikap dan tingkah laku akuntan dalam menyediakan jasanya mempengaruhi kesejahteraan ekonomi masyarakat dan negara.
Kepentingan utama profesi akuntan adalah untuk membuat pemakai jasa akuntan paham bahwa jasa akuntan dilakukan dengan tingkat prestasi tertinggi sesuai dengan persyaratan etika yang diperlukan untuk mencapai tingkat prestasi tersebut. Dan semua anggota mengikat dirinya untuk menghormati kepercayaan publik. Atas kepercayaan yang diberikan publik kepadanya, anggota harus secara terus menerus menunjukkan dedikasi mereka untuk mencapai profesionalisme yang tinggi.
3. Integritas
Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin.
Integritas adalah suatu elemen karakter yang mendasari timbulnya pengakuan profesional. Integritas merupakan kualitas yang melandasi kepercayaan publik dan merupakan patokan (benchmark) bagi anggota dalam menguji keputusan yang diambilnya. Integritas mengharuskan seorang anggota untuk, antara lain, bersikap jujur dan berterus terang tanpa harus mengorbankan rahasia penerima jasa. Pelayanan dan kepercayaan publik tidak boleh dikalahkan oleh keuntungan pribadi. Integritas dapat menerima kesalahan yang tidak disengaja dan perbedaan pendapat yang jujur, tetapi tidak menerima kecurangan atau peniadaan prinsip.
4. Objektivitas
Setiap anggota harus menjaga obyektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya. Obyektivitasnya adalah suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa yang diberikan anggota. Prinsip obyektivitas mengharuskan anggota bersikap adil, tidak memihak, jujur secara intelektual, tidak berprasangka atau bias, serta bebas dari benturan kepentingan atau dibawah pengaruh pihak lain. Anggota bekerja dalam berbagai kapasitas yang berbeda dan harus menunjukkan obyektivitas mereka dalam berbagai situasi. Anggota dalam praktek publik memberikan jasa atestasi, perpajakan, serta konsultasi manajemen. Anggota yang lain menyiapkan laporan keuangan sebagai seorang bawahan, melakukan jasa audit internal dan bekerja dalam kapasitas keuangan dan manajemennya di industri, pendidikan, dan pemerintah. Mereka juga mendidik dan melatih orang orang yang ingin masuk kedalam profesi. Apapun jasa dan kapasitasnya, anggota harus melindungi integritas pekerjaannya dan memelihara obyektivitas.
5. Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan berhati-hati, kompetensi dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan ketrampilan profesional pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau pemberi kerja memperoleh manfaat dari jasa profesional dan teknik yang paling mutakhir.
Hal ini mengandung arti bahwa anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan jasa profesional dengan sebaik-baiknya sesuai dengan kemampuannya, demi kepentingan pengguna jasa dan konsisten dengan tanggung jawab profesi kepada publik. Kompetensi diperoleh melalui pendidikan dan pengalaman. Anggota seharusnya tidak menggambarkan dirinya memiliki keahlian atau pengalaman yang tidak mereka miliki. Kompetensi menunjukkan terdapatnya pencapaian dan pemeliharaan suatu tingkat pemahaman dan pengetahuan yang memungkinkan seorang anggota untuk memberikan jasa dengan kemudahan dan kecerdikan. Dalam hal penugasan profesional melebihi kompetensi anggota atau perusahaan, anggota wajib melakukan konsultasi atau menyerahkan klien kepada pihak lain yang lebih kompeten. Setiap anggota bertanggung jawab untuk menentukan kompetensi masing masing atau menilai apakah pendidikan, pedoman dan pertimbangan yang diperlukan memadai untuk bertanggung jawab yang harus dipenuhinya.
6. Kerahasiaan
Setiap anggota harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila ada hak atau kewajiban profesional atau hukum untuk mengungkapkannya. Kepentingan umum dan profesi menuntut bahwa standar profesi yang berhubungan dengan kerahasiaan didefinisikan bahwa terdapat panduan mengenai sifat sifat dan luas kewajiban kerahasiaan serta mengenai berbagai keadaan di mana informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dapat atau perlu diungkapkan.
Anggota mempunyai kewajiban untuk menghormati kerahasiaan informasi tentang klien atau pemberi kerja yang diperoleh melalui jasa profesional yang diberikannya. Kewajiban kerahasiaan berlanjut bahkan setelah hubungan antar anggota dan klien atau pemberi jasa berakhir.
7. Perilaku Profesional
Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi. Kewajiban untuk menjauhi tingkah laku yang dapat mendiskreditkan profesi harus dipenuhi oleh anggota sebagai perwujudan tanggung jawabnya kepada penerima jasa, pihak ketiga, anggota yang lain, staf, pemberi kerja dan masyarakat umum.
8. Standar Teknis
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektivitas.
Standar teknis dan standar professional yang harus ditaati anggota adalah standar yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia. Internasional Federation of Accountants, badan pengatur, dan pengaturan perundang-undangan yang relevan.

2.6 Skandal PT MSM DAN TTN Ditolak

Disetujuinya AMDAL PT MSM/TTN oleh tim amdal pusat jelas merupakan ujung dari spiralisasi skandal hukum lingkungan yaitu bermuaranya berbagai skandal hukum yang dilakukan sebelumnya (1986-2007) yaitu lahirnya eksistensi super-versi di atas hukum Indonesia. Yaitu Kontrak Karya diperlakukan lebih tinggi derajatnya dari konstitusi negara.
Dalam hal ini, tatanan hukum Indonesia, termasuk sumber hukum (konstitusi) diperlakukan sebagai sub-versi yang harus mengintegrasikan diri terhadap ketentuan-ketentuan kontrak karya, sang super-versi. Jeleknya, pasal-pasal dalam kontrak karya jelas menyatakan bahwa perusahaan pemegang kontrak karya wajib tunduk terhadap hukum Indonesia.
Hal ini diduga disebabkan oleh dominannya budaya suap dan/atau korupsi di tingkat pemerintahan. Oleh karenanya, sangat mengarah pada logika hukum tentang adanya tindak pidana okupasi (occupational crime) dalam bentuk jejaring yang di-”drive” oleh pihak yang paling diuntungkan. Dalam hal ini, tampak berlangsung skema kejahatan kerah putih (white colar crime) oleh pejabat-pejabat negara. Dalam situasi yang berbeda (negara-negara dunia ketiga), biasanya politik kekuasaan dan politik hukum memainkan kejahatan ini untuk kepentingan penaklukkan oposisi.
Sementara di daerah-daerah demokrasi, kejahatan ini dilakukan untuk kepentingan mafia. Keduanya sama yaitu anti-hukum (abuse of power) yang lazim disebut sebagai state organized crime. Dalam dimensi ini tak hanya hukum yang diabaikan tetapi juga konstitusi negara dan hak asasi manusia (HAM).
Aktor-aktor yang diduga terlibat teridentifikasi dimulai dari oknum-oknum kepala desa serta tokoh-tokoh masyarakat yang diiming-iming proyek comdev di wilayah lingkar tambang dan berbagai perpanjangan tangan perusahaan (MSM/TTN) di wilayah grass root; Aktor-aktor ini tampak dikuatkan oleh berbagai LSM tambang. Jejaring ini terdeteksi berlangsung secara vertikal ke tingkat kabupaten/kota, provinsi hingga ke pusat.
Yaitu oknum-oknum penting dalam pemerintahan hingga ke Departemen ESDM, oknum-oknum di Kementerian Lingkungan Hidup, oknum-oknum dalam Menko Perekonomian, oknum-oknum dalam Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat, oknum-oknum dalam Menko Politik Hukum dan Keamanan, dan oknum-oknum dalam Sekretariat Negara. Di sisi paralel, terdeteksi adanya pengaruh dari oknum-oknum dalam Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sulawesi Utara dan Dewan Perwakilan Rakyat RI (Jakarta).
Menjadi pertanyaan, ”Siapakah tokoh di Indonesia yang mampu mengkoordinir sedemikian luas dan mengakar serta mampu memanfaatkan sistematika dan perangkat negara untuk tujuannya?” Tampak hal ini mengarah pada Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, instansi pemberi izin sekaligus yang paling ngotot agar PT MSM/TTN segera beroperasi, walaupun tidak memilik amdal.
Pada tahap rencana operasi PT MSM/TTN ditolak oleh Gubernur Sulut, tampak berbagai upaya nekad dari ”sponsor-sponsor” utama PT MSM dan PT TTN. Hal ini nyata pada hal-hal sebagai berikut:
1. beberapa surat (mal-administrasi) yang diterbitkan oleh Menteri ESDM,
2. ”krasak-krusuk” DPRD Sulut ”harus” melakukan studi banding terhadap status hukum yang sudah jelas, dan
3. kencangnya isu bahwa Gubernur Sulut anti-investasi dari berbagai penjuru.

Sementara di tingkat akar rumput (masyarakat) lingkar tambang tampak digejolakkan dengan rekayasa ”kemarahan” masyarakat yang terancam tidak bisa lagi bekerja sebagai buruh di PT MSM/TTN. Seluruh mekanisme di atas, mengarah pada logika bahwa skenario ini memang jauh sebelumnya dirancang berdasarkan asumsi bahwa hukum dan regulasi di Indonesia mudah ”di atur” sesuai kepentingan dan ”selera” PT MSM/TTN (investor). Komposisi jejaring ini terputus mata rantainya ketika Gubernur Sulawesi Utara menyatakan menolak AMDAL PT MSM/TTN.
Dalam praktik ini, resistensi dari berbagai aktor (pelaku) jejaring state organized crime, adalah melalui lobby (bargaining), kampanye sistematis dengan memanfaatkan media massa, tekanan dan intimidasi terselubung yang luar biasa dan sistematis terhadap Gubernur Sulut dari segala dimensi, justru ketika gejolak sentimen publik terhadap langkah-langkah kriminalisasi masyarakat yang dilakukan oleh PT MSM mencapai momen puncaknya. Dalam hal ini, sikap menolak PT MSM oleh Gubernur Sulut sudah identik dengan sikap publik Sulawesi Utara.
Ancaman ekonomi (sekonyong-konyong) dengan adanya aktivitas pembuangan limbah di Minahasa Utara dan Bitung adalah:
1. PAD Sulut dari sektor perikanan adalah Rp 500-900 miliar per tahun. Berapakah jumlah kontribusi MSM/TTN yang dapat mengkonversi PAD ini secara jangka panjang?
2. Terdapat 45 perusahaan pariwisata yang akan gulung tikar. Berapakah nilai investasi MSM/TTN dibanding nilai gabungan 45 perusahaan pariwisata?
3. WOC 2009. Apakah ada hajatan lain misalnya World Tailing Conference (WTC) yang bisa mengangkat nilai jual pariwisata Sulut?
Menyorot Perilaku Menteri ESDM dalam Kasus Hukum PT MSM/TTN Surat Menteri Energi dan Sumber daya Mineral tanggal 7 Maret 2006 Nomor 0998/40/MEM.G/2006, intinya membolehkan PT MSM melakukan operasi penambangan dengan menggunakan Amdal kadaluarsa; Padahal berdasarkan kekuatan Undang-undang, AMDAL KADALUARSA dianggap tidak pernah ada; Selain itu, kewenangan Amdal bukanlah kewenangan Menteri ESDM melainkan kewenangan Menteri Negara Lingkungan Hidup.
Bahkan Menteri ESDM secara arogan menerbitkan surat tanggal 14 Februari 2007 Nomor 0723/30/MEM. G/2007 kepada Menteri Negara Lingkungan Hidup yang intinya secara implisit mempengaruhi Menteri Negara Lingkungan Hidup agar mengabaikan sikap Gubernur Sulawesi Utara.
Hal ini adalah bukti nyata departemen ini adalah trouble maker (pemeran utama) dalam kasus skandal hukum PT MSM, sebagai tindak lanjut izin prinsip PT MSM yang diberikan sebelum PT MSM berbadan hukum (1986), melanggar pasal 12 UU nomor 11 tahun 1967 tentang Pertambangan.
Dalam hal ini, Menteri ESDM telah dan sementara melakukan hal-hal sebagai berikut:
1. Menteri ESDM mengabaikan (melanggar) UU nomor 11 tahun 1967 tentang Pertambangan khususnya pasal 12.
2. Menteri ESDM secara nyata dengan alasan investasi mengabaikan (melanggar dan/atau mendorong Komisi Amdal Pusat untuk melanggar) Undang-undang Nomor 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 1999 tentang Amdal, khususnya pasal 16 ayat (4) PP 27/1999.
3. Menteri ESDM mengabaikan resistensi yang sangat massif dari rakyat Sulawesi Utara terhadap rencana ditaruhnya 10 juta metrik ton limbah yang potensial sebagai limbah B3 (bahan beracun berbahaya) di atas pegunungan Tokatidung yang mengancam kualitas hidup dan kulitas kesehatan masyarakat puluhan desa di wilayah dataran rendah dan pesisir.
4. Menteri ESDM”mengobok-obok” hal-hal yang status hukumnya telah sangat jelas hanya untuk hal-hal sumir dan ”berbau” KKN untuk kepentingan PT MSM/TTN. Menteri ESDM harusnya dituduh menyalahgunakan jabatan (abuse of power) yaitu dengan sengaja menciptakan keresahan di masyarakat yang tak berujung pangkal, hanya demi membela PT MSM dan PT TTN secara tidak patut dan melawan hukum.
5. Telah cukup banyak kasus di Indonesia yang dilahirkan oleh Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (Departemen Pertambangan) Republik Indonesia sebagai instansi yang memberi izin (trouble maker) antara lainnya kasus Lapindo Brantas, kasus Buyat, kasus Freeport, dan berbagai kasus lainnya.Setelah izin-izin yang diterbitkan oleh Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral ternyata sangat bermasalah bagi rakyat Indonesia, justru tak tampak adanya tanggungjawab dari Departemen ESDM sebagai (pencipta bencana).
6. Menteri ESDM memelintir esensi masalah dan cenderung membohongi publik dengan mengintimidasi berbagai pejabat negara bahwa jika PT MSM/TTN tidak beroperasi, maka pemerintah RI akan dituntut di Arbitrasse Internasional. Melihat jumlah (kuantitas) dan kualifikasi skandal hukum yang melibatkan PT. MSM dan PT. TTN di Indonesia, membuat PT MSM dan PT TTN tidak memiliki cukup alasan dan dasar untuk membawa persoalan penolakan ini di Arbitrase Internasional. Malah semestinya PT MSM/TTN-lah yang bisa dituntut di Arbitrase Internasional oleh pemerintah RI. Akan tetapi, tampaknya Menteri ESDM justeru lebih cenderung memberikan alat dan/atau senjata bagi PT MSM/TTN untuk menyeret pemerintah RI ke Arbitrase Internasional dengan tujuan ”dikurasnya” uang negara dan beralasan ”gara-gara” Gubernur Sulut menolak investasi.
Akibat-akibat Menentang PT MSM/TTN KE Rakyat Kecil :
1. Dirampasnya tanah-tanah petani dari desa Pinenek Kecamatan Likupang Timur dan Kelurahan Pinasungkulan Kecamatan Bitung Utara dengan meminjam tangan oknum-oknum pejabat tanah dan oknum-oknum polisi. Dalam proses ini terdapat masyarakat petani yang dianiaya dan diproses kemudian dihukum sebagai kriminal padahal mereka mempertahankan hak-hak tanahnya;
2. Dirampasnya mata pencaharian nelayan 3 desa (Rinondoran, Kalinaun dan Batuputih) karena pembangunan dermaga tambang PT MSM di desa Rinondoran kecamatan Likupang Timur;
3. Diseretnya para pemrotes PT MSM ke pengadilan pidana yaitu didakwanya 3 warga masyarakat dan 8 orang nelayan dari desa Rinondoran, desa Kalinaun, dan kelurahan Batuputih karena memprotes pembangunan dermaga illegal PT MSM di Teluk Rinondoran; Ke 11 orang ini didakwa membakar pos PT MSM di dermaga MSM Rinondoran. Padahal menurut bukti 5 rekaman video (pengambilan gambar dari 5 angle), pelaku pengrusakan pos PT MSM bukanlah ke 11 orang tersebut; Diduga kuat perkara ini bisa berlangsung hanya untuk menghentikan penolakan masyarakat (membuat efek jera). Ringkasnya, karena ketika ada pengrusakan pos MSM oleh nelayan, maka tersangkanya haruslah tokoh-tokoh yang menolak pembangunan dermaga ini (juga menolak operasi PT MSM/TTN);
4. Timbulnya ketergantungan ekonomi masyarakat lingkar tambang PT MSM/TTN, seolah-olah tanpa beroperasinya PT MSM/TTN masyarakat akan mati kelaparan. Tiba-tiba muncul ”protes” rakyat yang merasa akan kehilangan mata pencaharian jika PT MSM/TTN tidak beroperasi. Padahal sebelumnya orang-orang ini memang ada pekerjaannya. Hal ini menjadi krusial karena mayoritas masyarakat lingkar tambang PT MSM menolak operasi PT MSM/TTN. Dalam berbagai insiden, persoalan ini telah mulai melebar mengarah pada ”konflik” horisontal yang diduga dikreasikan oleh manajemen PT MSM; Konflik horisontal terdeteksi telah mulai mendistorsi institusi-institusi tradisional, termasuk lembaga keagamaan (gereja) dan pendidikan (sekolah-sekolah) yang melibatkan anak-anak sekolah;
5. Terjadinya bencana alam (banjir lumpur) yang diduga disebabkan oleh operasi illegal PT MSM/TTN di pegunungan Tokatindung yang membuat lebih 400 warga desa Rinondoran menjadi pengungsi.

BAB III
KESIMPULAN

Kode Etik Profesi Akuntan Publik (sebelumnya disebut Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik) adalah aturan etika yang harus diterapkan oleh anggota Institut Akuntan Publik Indonesia atau IAPI (sebelumnya Ikatan Akuntan Indonesia – Kompartemen Akuntan Publik atau IAI-KAP) dan staf profesional (baik yang anggota IAPI maupun yang bukan anggota IAPI) yang bekerja pada satu Kantor Akuntan Publik (KAP).
Tujuan profesi akuntansi adalah memenuhi tanggung-jawabnya dengan standar profesionalisme tertinggi, mencapai tingkat kinerja tertinggi, dengan orientasi kepada kepentingan publik. Untuk mencapai tujuan tersebut terdapat empat kebutuhan dasar yang harus dipenuhi:
Kredibilitas. Masyarakat membutuhkan kredibilitas informasi dan sistem informasi.
• Profesionalisme. Diperlukan individu yang dengan jelas dapat diidentifikasikan oleh pemakai jasa Akuntan sebagai profesional di bidang akuntansi.
• Kualitas Jasa. Terdapatnya keyakinan bahwa semua jasa yang diperoleh dari akuntan diberikan dengan standar kinerja tertinggi.
• Kepercayaan. Pemakai jasa akuntan harus dapat merasa yakin bahwa terdapat kerangka etika profesional yang melandasi pemberian jasa oleh akuntan.

Diposkan oleh Kartika Utami di 00:41

0 komentar:

Poskan Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

ETIKA PROFESI AKUNTANSI

Oktober 5, 2011

ARTIKEL ETIKA PROFESI AKUNTANSI

 


Nama : Anitah

NPM : 20207139

Kelas : 4EB11

Dosen : Hary Wachyuni A R

 

 

Etika merupakan suatu ilmu yang membahas perbuatan baik dan buruk manusia sejauh yang dapat dipahami oleh pikiran manusia. Dan etika profesi terdapat suatu kesadaran yang kuat untuk mengindahkan etika profesi pada saat mereka ingin memberikan jasa keahlian profesi kepada masyarakat yang memerlukan. Tujuan profesi akuntansi adalah memenuhi tanggung-jawabnya dengan standar profesionalisme tertinggi, mencapai tingkat kinerja tertinggi, dengan orientasi kepada kepentingan publik.

 

 

Profesi Akuntansi Luar Negeri

Profesi CFA

Perkembangan yang pesat dari investasi dan keuangan di dunia membutuhkan suatu standar untuk investor dan pemilik perusahaan untuk merekrut profesional dalam bidang investasi dan keuangan. Chartered Financial Analyst (CFA®) adalah sertifikasi profesi paling terkemuka untuk profesional yang bekerja di bidang keuangan dan investasi. Di Amerika Serikat, memiliki sertifikasi profesi CFA merupakan pencapaian yang sangat tinggi karena material yang diujikan sangat dalam dan praktis dibandingkan dengan gelar lainnya.
Persyaratan CFA

CFA pertama kali diberikan pada tahun 1963. CFA didukung oleh CFA Institute yang memberikan gelar sertifikasi profesi ini untuk profesional di bidang investasi yang memenuhi kriteria sebagai berikut:

1. Profesi (profession)

Pemegang gelar sertifikasi CFA harus memiliki pengalaman profesional sekurang-kurangnya empat tahun dalam industri proses pengambilan keputusan di bidang investasi.

2.Pendidikan (education)

Secara berurutan menyelesaikan ujian Level I, Level II, dan Level III (masing-masing selama 6 jam).

3. Etika (ethics)

Pemegang gelar sertifikasi CFA harus setuju dan terikat oleh kode etik yang atur oleh CFA Institute dan standar profesi yang dilaksanakan.

 

Keunggulan CFA

CFA merupakan gelar profesi dengan standar tertinggi untuk pengetahuan, integritas, dan profesionalisme di bidang investasi dan keuangan.
Dengan pengakuan dunia untuk kualifikasi kemampuan ini akan memberikan imbalan yang tinggi sebagai penghargaan dari level yang dalam untuk pengetahuan yang dimiliki oleh pemegang gelar ini di bidang pasar keuangan. Pemegang CFA memiliki kemampuan untuk menganalisa sekuritas, obligasi, derivatif, dan rasio laporan keuangan secara efektif. Organisasi yang membutuhkan pemegang CFA adalah manajemen investasi, konsultan, bank, asuransi, pensiun, dan institusi keuangan lainnnya. Kebutuhan dari pemegang CFA sangat tinggi karena hanya ada kurang dari 60 orang di Indonesia yang memegang gelar profesi CFA. Di Indonesia, terdapat peningkatan perusahaan multinasional dan lokal yang membutuhkan calon pekerjanya yang memenuhi kualifikasi sebagai CFA.

 

Program CFA

  • Dibagi menjadi 3 (tiga) tingkatan
  • Setiap tingkat hanya boleh diambil setahun sekali, kecuali level 1 (pertengahan tahun) diselenggarakan 1 tahun dua kali (tengah dan akhir tahun)
  • Pada setiap tingkat terdapat pelajaran Etika dan Standar Profesi

 

Materi CFA

Level 1

Fokus pada perangkat dan konsep penilaian investasi (investment valuation) dan manajemen portofolio, Konsep dasar peraturan pasar modal dan Kode Etik,

  • · Ethical and Professional Standards: 10%
  • · Economics: 10%
  • · Quantitative Analysis: 10%
  • · Asset Valuation: 35%
  • · Equity Investments – Securities Market
  • · Equity Investments – Industry and Company Analysis Fixed Income
  • · Investments Derivative Investments Alternative Investments
  • · Financial Statement Analyst: 20%
  • · Portfolio Management: 15%

Semua soal ujian berbentuk multiple choice

Persiapan CFA Level 1 Tiap tingkat CFA Program memerlukan 250 jam persiapan, Pendaftar ujian akan mendapat Study Guide. Study Guide berisi daftar materi yang perlu dipelajari dan hasil yang diharapkan (learning outcomes) serta usulan persiapan ujian.

 

Level 2

Fokus pada penilaian asset (investment valuation), Aplikasi dari perangkat dan konsep yang didapat dari level 1, Analisa instrumen ekuitas dan instrumen pendapatan tetap yang spesifik, Membandingkan alternatif investasi dan membuat rekomendasi investasi.

Bentuk soal : item sets.

 

Level 3

Fokus pada manajemen portofolio, Aplikasi konsep yang dipelajari dari level 1 dan 2 yang berhubungan dengan proses manajemen portofolio.

Bentuk soal : essays dan item sets.
Contoh Soal CFA Level 1

Corporate Finance

An analyst determines that a company has a return on equity of 16 percent and pays 40 percent of its earnings in dividends. If the firm last paid a $1.50 dividend and the stock is selling for $40, what is the required rate of return on the stock?
A. 6.4%.

B. 9.6%.

C. 10.2%.

D. 13.7%.

Answer : D

g = ( 1 – payout)(ROE) = (1 – 0.40)(16%) = 9.6%.

P0 = $1.50(1.096) + 0.096 = 13.7%.

$40

Equity Investments

An analyst wants to determine a country risk premium for use in estimating the required return for foreign stocks. Which of the following risks would the analyst be least likely to include in the country risk premium?
A. Default risk.

B. Political risk.

C. Business risk.

D. Liquidity risk.

Answer : A

The risk premium will be a function of business risk, financial risk, liquidity risk, exchange rate risk, and country (political risk). Stocks do not involve default risk.

Fixed Income Investments

Which of the following statements about different types of bonds is FALSE?
A. Municipal bonds are traded primarily on the New York Stock Exchange.
B. Unlimited tax general obligation bonds are backed by the full faith and credit of the issuer’s entire taxing power.

C. Government-sponsored enterprises issues securities directly in the marketplace, but federally-related institutions generally do not.

D. Government agency issues of federally-related institutions are typically backed by the full faith and credit of the U.S. government.

Answer : A

Municipal bonds are traded in the over-the-counter market supported by municipal bond dealers across the country.

 

Derivative Investments

Which of the following best describes an option that gives the owner the right to sell 100 shares of stock only on the expiration date three months from now at a strike price of $35 (the current stock price is $25)?
This option is called on:

A. in-the-money American put option

B. in-the-money European put option

C. out-of-the-money European call option

D. out-of-the-money American call option

Answer : B

European options can only be exercised at expiration. A put option gives the owner the right to sell the underlying asset. Put options are in-the-money when the strike price is above the underlying asset price. In this case, the option is in-the-money by $35 – $25 = $10.
Profesi CIA®

Internal Audit adalah proses penilaian independen yang diadakan oleh sebuah organisasi untuk memastikan dan mengevaluasi apakah operasional organisasinya telah berjalan sesuai dengan rencana. Certified Internal Auditor (CIA) merupakan satu-satunya sertifikasi bidang internal audit yang diakui secara internasional. Sertifikasi yang dikeluarkan oleh The Institute of Internal Auditors (The IIA) ini telah berkembang dan dijadikan sebagai pengakuan atas integritas, professionalisme dan kompetensi pemegangnya di bidang internal audit. Orang yang memiliki sertfikasi CIA akan mendapat pengakuan yang tinggi karena sejauh ini program CIA terkenal memiliki standar pengetahuan, integritas dan profesionalisme yang tinggi pula. Ujian CIA dirancang untuk mengukur kompetensi teknis dasar dari internal auditor, antara lain:

  • Pengetahuan teknis dan aplikasi dari pengetahuan tersebut;
  • Pemahaman tanggung jawab profesional;
  • Latihan terhadap keputusan yang baik.

 

Materi yang diujikan dalam Ujian CIA meliputi:

Part I: Internal Audit Role : Governance, Risk, Control

Standards and Profiency, Charter, independence, and objectivity, Internal Audit Role I, Internal Audit Role II, Control I, Control II, Planning & Supervising the Engagement, Managing the Internal Audit Activity I, Managing the Internal Audit Activity II, Engagement Procedures, Data Gathering Techniques.
Part 2: Conducting the Internal Audit Engagement

Audit Evidence, Engagement Information, Audit Working Papers, Communicating Results and Monitoring Progress, Specific Engagements, Information Technology Audit Engagement I, Information Technology Audit Engagement II, Statistic and Sampling, Other Engagement Tools, Ethnics, Fraud.
Part 3: Business Analysis and Information Technology

Business Performance, Managing Resources & Pricing, Financial Accounting Basic Concepts, Financial Accounting Assets, Liabilities, and Equity, Financial Accounting – Special Topics, Finance, Managerial Accounting, Regulatory, Legal & Economics Issues, Information Technology I, Information Technology II, Information Technology III.
Part 4: Business Management Skills

Structural Analysis and Strategies, Industry and Market Analysis, Industry Environments, Analytical Techniques, Strategic Analysis, Global Business Environments, Motivation & Communication, Organizational Structure & Effectiveness, Managing Groups, Groups Dynamics and Team Building, Influence & Leadership, Time Management, Conflict and Negotiation.

 

Profesi CPA

Ujian Certified Public Accountant (CPA) merupakan sistem penyaringan yang baku bagi mereka yang akan berpraktik sebagai akuntan publik maupun untuk mereka yang ingin mendapatkan sertifikasi atas kompetensi di bidang akuntansi dengan memperoleh gelar CPA (Certified Public Accountant). Khusus untuk profesi Akuntan Publik, departemen Keuangan Republik Indonesia telah mengeluarkan suatu ketentuan yang mensyaratkan bagi calon Akuntan Publik untuk lulus dari CPA. Keputusan tersebut telah dituangkan dalam Surat Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 43/KMK.017/1997 tanggal 27 Januari 1997 jo 470/KMK.017/1999 tanggal 4 Oktober 1999.

 

Profesi Akuntansi Dalam Negeri (Local)

Akuntan Publik

Akuntan publik adalah seorang praktisi dan gelar profesional yang diberikan kepada akuntan di Indonesia yang telah mendapatkan izin dari Menteri Keuangan RI untuk memberikan jasa audit umum dan review atas laporan keuangan, audit kinerja dan audit khusus serta jasa dalam bidang non-atestasi lainnya seperti jasa konsultasi, jasa kompilasi, dan jasa-jasa lainnya yang berhubungan dengan akuntansi dan keuangan. Ketentuan mengenai praktek Akuntan di Indonesia diatur dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 1954 yang mensyaratkan bahwa gelar akuntan hanya dapat dipakai oleh mereka yang telah menyelesaikan pendidikannya dari perguruan tinggi dan telah terdaftar pada Departemen keuangan R.I. Untuk dapat menjalankan profesinya sebagai akuntan publik di Indonesia, seorang akuntan harus lulus dalam ujian profesi yang dinamakan Ujian Sertifikasi Akuntan Publik (USAP) dan kepada lulusannya berhak memperoleh sebutan “Bersertifikat Akuntan Publik” (BAP). Sertifikat akan dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia. Profesi ini dilaksanakan dengan standar yang telah baku yang merujuk Sertifikat Akuntan Publik tersebut merupakan salah satu persyaratan utama untuk mendapatkan izin praktik sebagai Akuntan Publik dari Departemen Keuangan kepada praktek akuntansi di Amerika Serikat sebagai negara maju tempat profesi ini berkembang. Rujukan utama adalah US GAAP (United States Generally Accepted Accounting Principle’s) dalam melaksanakan praktek akuntansi. Sedangkan untuk praktek auditing digunakan US GAAS (United States Generally Accepted Auditing Standard), Berdasarkan prinsip-prinsip ini para Akuntan Publik melaksanakan tugas mereka, antara lain mengaudit Laporan Keuangan para pelanggan.

Kerangka standar dari USGAAP telah ditetapkan oleh SEC (Securities and Exchange Commission) sebuah badan pemerintah quasijudisial independen di Amerika Serikat yang didirikan tahun 1934. Selain SEC, tcrdapat pula AICPA (American Institute of Certified Public Accountants) yang bcrdiri sejak tahun 1945. Sejak tahun 1973, pengembangan standar diambil alih oleh FASB (Financial Accominting Standard Board) yang anggota-angotanya terdiri dari wakil-wakil profesi akuntansi dan pengusaha.

 

Akuntan Pemerintah

Akuntan yang bekerja sebagai pemeriksa atau auditor untuk pemerintah baik pemerintah daerah maupun pemerintah pusat dan dapat membantu mengadakan pengawasan dalam pengeluaran dana dari masyarakat sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Akuntan Pendidik

Akuntan pendidik adalah akuntan yang bertugas dalam pendidikan akuntansi
yaitu mengajar, menyusun kurikulum pendidikan akuntansi dan melakukan
penelitian dibidang akuntansi.
Akuntan Manajemen/Perusahaan

Akuntan Manajemen, adalah akuntan yang bekerja dalam suatu perusahaan
atau organisasi. Tugas yang dikerjakan adalah penyusunan sistem akuntansi,
penyusunan laporan akuntansi kepada pihak intern maupun ekstern
perusahaan, penyusunan anggaran, menangani masalah perpajakan dan
melakukan pemeriksaan intern.

 

 

Diposkan oleh djun thian di 05:01

0 komentar:

 

Poskan Komentar

 

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda

NOUN CLAUSE

April 18, 2011

Noun Clauses

See The Sentence for definitions of sentence, clause, and dependent clause.

A sentence which contains just one clause is called a simple sentence.

A sentence which contains one independent clause and one or more dependent clauses is called a complex sentence. (Dependent clauses are also called subordinate clauses.)

There are three basic types of dependent clauses: adjective clauses, adverb clauses, and noun clauses. (Adjective clauses are also called relative clauses.)

This page contains information about noun clauses. Also see Adjective Clauses and Adverb Clauses.


A. Noun clauses perform the same functions in sentences that nouns do:

A noun clause can be a subject of a verb:

What Billy did shocked his friends.

A noun clause can be an object of a verb:

Billy’s friends didn’t know that he couldn’t swim.

A noun clause can be a subject complement:

Billy’s mistake was that he refused to take lessons.

A noun clause can be an object of a preposition:

Mary is not responsible for what Billy did.

A noun clause (but not a noun) can be an adjective complement:

Everybody is sad that Billy drowned.


B. You can combine two independent clauses by changing one to a noun clause and using it in one of the ways listed above. The choice of the noun clause marker (see below) depends on the type of clause you are changing to a noun clause:

To change a statement to a noun clause use that:

I know + Billy made a mistake =

I know that Billy made a mistake.

To change a yes/no question to a noun clause, use if or whether:

George wonders + Does Fred know how to cook? =

George wonders if Fred knows how to cook.

To change a wh-question to a noun clause, use the wh-word:

I don’t know + Where is George? =

I don’t know where George is.

C. The subordinators in noun clauses are called noun clause markers. Here is a list of the noun clause markers:

that

if, whether

Wh-words: how, what, when, where, which, who, whom, whose, why

Wh-ever words: however, whatever, whenever, wherever, whichever, whoever, whomever


D. Except for that, noun clause markers cannot be omitted. Only that can be omitted, but it can be omitted only if it is not the first word in a sentence:

correct:

Billy’s friends didn’t know that he couldn’t swim.

correct:

Billy’s friends didn’t know he couldn’t swim.

correct:

Billy’s mistake was that he refused to take lessons.

correct:

Billy’s mistake was he refused to take lessons.

correct:

That Billy jumped off the pier surprised everyone.

not correct:

* Billy jumped off the pier surprised everyone.


E. Statement word order is always used in a noun clause, even if the main clause is a question:

not correct:

* Do you know what time is it? (Question word order: is it)

correct:

Do you know what time it is? (Statement word order: it is)

not correct:

* Everybody wondered where did Billy go. (Question word order: did Billy go)

correct:

Everybody wondered where Billy went. (Statement word order: Billy went)


F. Sequence of tenses in sentences containing noun clauses:

When the main verb (the verb in the independent clause) is present, the verb in the noun clause is:

future if its action/state is later

He thinks that the exam next week will be hard.

He thinks that the exam next week is going to be hard.

present if its action/state is at the same time

He thinks that Mary is taking the exam right now.

past if its action/state is earlier

He thinks that George took the exam yesterday.

When the main verb (the verb in the independent clause) is past, the verb in the noun clause is:

was/were going to or would + BASE if its action/state is later

He thought that the exam the following week was going to be hard.

He thought that the exam the following week would be hard.

past if its action/state is at the same time

He thought that Mary was taking the exam then.

past perfect if its action/state is earlier

He thought that George had taken the exam the day before.

If the action/state of the noun clause is still in the future (that is, after the writer has written the sentence), then a future verb can be used even if the main verb is past.

The astronaut said that people will live on other planets someday.

If the action/state of the noun clause continues in the present (that is, at the time the writer is writing the sentence) or if the noun clause expresses a general truth or fact, the simple present tense can be used even if the main verb is past.

We learned that English is not easy.

The boys knew that the sun rises in the east.


G. Here are some examples of sentences which contain one noun clause (underlined) and one independent clause:

Noun clauses as subjects of verbs:

That George learned how to swim is a miracle.

Whether Fred can get a better job is not certain.

What Mary said confused her parents.

However you learn to spell is OK with me.

Noun clauses as objects of verbs:

We didn’t know that Billy would jump.

We didn’t know Billy would jump.

Can you tell me if Fred is here?

I don’t know where he is.

George eats whatever is on his plate.

Noun clauses as subject complements:

The truth is that Billy was not very smart.

The truth is Billy was not very smart.

The question is whether other boys will try the same thing.

The winner will be whoever runs fastest.

Noun clauses as objects of prepositions:

Billy didn’t listen to what Mary said.

He wants to learn about whatever is interesting.

Noun clauses as adjective complements:

He is happy that he is learning English.

We are all afraid that the final exam will be difficult.

ENGLISH TENSES

Februari 26, 2011

There are 16 tenses in english. I’ll list them …

1. Present Simple- I play
2. Present Continuous – I am playing
3. Present  Perfect – I have played
4. Present Perfect Continuous – I have been playing
5. Past Simple – I played
6. Past Continuous – I was playing
7. Past Perfect – I had played
8. Past Perfect Continuous – I had been playing
9. Future Simple – I will play (including “be going to + infinitive” form) I am goint to play
10. Future Continuous – I will be playing
11. Future Perfect – I will have played
12. Future Perfect Continuous – I will have been playing
13. Future Simple in the past – I would play (including the “was/were going to + infinitive” form)
14. Future Continuous in the past – I would be bathing
15. Future Perfect in the past  – I would have played
16. Future Perfect Continuous in the past  – I would have been playing

compliance letter

Januari 18, 2011

Sample Compliance Letter
To: P.I.
From: Carol Welt, Executive Director
Antje Harnisch, Manager of Contract Services
Re: Award from: Sponsor
Purchase Order #:
Proposal #:
$100,000; star date – end date
Date: February 1, 2005
The sponsored research project identified above involves the use of Export-Controlled
Information as defined in the Export Administration Regulations, as outlined in more detail in
the attached document on the handling of export-controlled information. Non-compliance with
these federal regulations carries severe penalties.
The following restrictions and requirements apply to your above-referenced project.
Publication
Sponsor Purchase Order Article 10 restricts the publication of research results. Sponsor requires
prior review and approval of any proposed publication or presentation. Sponsor can screen the
publication for the inadvertent disclosure of proprietary and export-controlled information. You
cannot publish or present any of your results before you have received Sponsor approval.
Foreign Nationals
You have stated that the only person working on the project in addition to you and Co-PI is
Student A. Student A is a non-resident alien from foreign country B, and she has been approved
by Sponsor to work on this project. You will inform OSP of any change in her immigration
status. Moreover, any proposed change of personnel requires OSP review and approval.
Graduate Student Participation
Because there is the possibility that work cannot be published, student participation on this
project is limited to a one-time, six months period. The work performed on this project cannot
be part of the student’s thesis or dissertation. The student will sign a letter agreeing to these
provisions.
Disclosure of Information
You, Co-PI, and Student A may not disclose controlled technical information by any method to a
foreign national in the U.S. or abroad without a license from the Department of Commerce or the
Department of State. Methods of disclosure include, but are not limited to, fax, telephone
discussions, e-mail communications, computer data disclosures, face-to-face discussions,
training sessions, and tours that involve visual inspections. You may not discuss the work or
resulting data in group meetings. Progress on this project shall be discussed only in private
between you, Co-PI, and Student A. Moreover, you shall protect the data by securing the
hardware in a locked cabinet and shall save all data to separate disks, which shall also be secured
in a locked cabinet. In addition, when not securely stored, any hardware or information provided
by Sponsor and any data generated relating to this purchase order shall remain in the direct
control of you, Co-PI, or Student A at all times.
Separates letters describing requirements and responsibilities under the above-referenced
contract will be signed by Co-PI and Student A.
Please sign below that you agree to comply with the provisions outlined in this letter and in the
attached document. If you have any questions, please contact me.
Certification. I hereby certify that I have read and understand this letter and the attached
document on the handling of export-controlled information. I understand that I could be held
personally liable if I unlawfully disclose, regardless of form or format, Export-Controlled
Information to unauthorized persons.
Signature: _________________________________________ Date: _______________
UNIVERSITY OF CONNECTICUT
THE HANDLING OF EXPORT-CONTROLLED INFORMATION
Overview. The sponsored research project identified below may involve the use of Export-Controlled
Information (defined below). As a result, the project implicates the International Traffic in Arms
Regulations (ITAR) [under the jurisdiction of the State Department] and possibly the Export
Administration Regulations (EAR) [under the jurisdiction of the Department of Commerce]. It is
unlawful under the ITAR to send or take export-controlled information out of the U.S., disclose, orally or
visually, or transfer export-controlled information to a foreign person inside or outside the U.S. A foreign
person is a person who is not a U.S. citizen or permanent resident alien of the U.S. The law makes no
exceptions for foreign graduate students.
In general, Export-Controlled Information means activities, items and information related to the design,
development, engineering, manufacture, production, assembly, testing, repair, maintenance, operation,
modification, demilitarization, destruction, processing or use of items with a capacity for substantial
military application utility. Export-controlled information does not include basic marketing information
on function or purpose, general system descriptions, or information concerning general scientific,
mathematical or engineering principles commonly taught in schools, colleges and universities or
information in the public domain. It does not matter if the actual intended use of Export-Controlled
Information is military or civil in nature.
Reasonable Care. Researchers may be held personally liable for violations of the ITAR ,EAR and
OFAC. As a result, they should exercise care in using and sharing Export-Controlled Information with
others and in entering into financial transactions with foreign nationals. For example, PIs should identify
whom among proposed research assistants and collaborators are foreign persons. Unless the governing
agency grants a license authorizing those persons access to Export-Controlled Information, a prerequisite
to accessing it is a security clearance. In the absence of that clearance, PIs should not leave Export-
Controlled Information unattended. They should clearly identify Export-Controlled Information and make
only that documented number of copies of the material as is absolutely necessary. PIs also should store
Export-Controlled Information in a locked file cabinet or drawer or under password protected computer
files. Finally, PIs should avoid moving the information from one location to another.
Penalties. The penalty for unlawful export and disclosure of Export-Controlled Information under the
ITAR is up to two (2) years imprisonment and/or a fine of one hundred thousand dollars ($100,000), and
unlawful export and disclosure of information controlled under the EAR, the greater of (i) a fine of up to
one million dollars ($1,000,000) or (ii) five times the value of the exports for a corporation and
imprisonment of up to ten (10) years and/or a fine of up to two hundred fifty thousand dollars ($250,000)
for an individual. Violations of sanctions against certain countries governed by OFAC may result in
imprisonment of up to twelve (12) years and fines up to one million dollars ($1,000,000). All of these
fines and penalties are cumulative.

compliance letter

Januari 18, 2011

[Current Date]

[Vendor]
[Address]
[City, ST zip]

Dear Mr./Ms. [Vendor Contact]:

As part of the University of Alabama’s Year 2000 Project, we are identifying all hardware, software, and firmware resources and assessing them for Year 2000 compliance. We define a product as being Year 2000 compliant when functionality is not affected by dates prior to, during, and after the year 2000. In particular:

  • No value for current date will cause any interruption in operation.
  • Date-based functionality must behave consistently for dates prior to, during, and after year 2000.
  • In all interfaces and data storage, the century in any date must be specified either explicitly or by unambiguous algorithms or inferencing rules.
  • Year 2000 must be recognized as a leap year.

Currently, we have identified (one/several) of your product(s) as part of our inventory.

Vendor:
Product ID:
Make/Model:
Description:

We need your help and cooperation in determining the compliance status of (this/these) product(s). Please return the compliance information to [Contact Person] by [Date]. If it is more convenient, you can fax the response to [Contact Person] at [205-348-fax#] or send an E-Mail to [Contact.Person@ua.edu].

Thank you for your prompt attention to this matter. If you have any questions about this request, please contact me at [205-348-xxxx].

Sincerely,

 

[Contact Person]
[title]
[department]
The University of Alabama

INQUIRY LETTERS

November 1, 2010

Grants Sample Letter of Inquiry

What Should Be Included in a Letter of Inquiry? One View

In recent years, letters of inquiry have become an important part of the fundraising process. Many foundations now prefer that funding requests be submitted first in letter format instead of a full proposal. Others are using preliminary letters of inquiry to determine if they have an interest in a project before accepting a full proposal.

In either instance, it is important to recognize that a well-written letter of inquiry is crucial to securing funding for your project. An effective letter of inquiry is often more difficult to write than a full proposal. The letter of inquiry should be brief–no more than three pages–and must be a succinct but thorough presentation of the need or problem you have identified, the proposed solution, and your organization’s qualifications for implementing that solution.

The letter of inquiry should be addressed to the appropriate contact person at a foundation or to its CEO and should be sent by regular mail.


Elements of a Letter of Inquiry

Not unlike a grant proposal, the letter of inquiry should include: an introduction, a description of your organization, a statement of need, your methodology, a brief discussion of other funding sources, and a final summary.

Introduction

The introduction serves as the executive summary for the letter of inquiry and includes the name of your organization, the amount needed or requested, and a description of the project. The qualifications of project staff, a brief description of evaluative methodology, and a timetable are also included here. This should not exceed one paragraph.

Description of Your Organization

The organization description should be concise and focus on the ability of your organization to meet the stated need. Provide a very brief history and description of your current programs while demonstrating a direct connection between what is currently being done and what you wish to accomplish with the requested funding. You will flesh this section out in greater detail if you are invited to submit a full proposal.

Statement of Need

The statement of need is an essential element of the letter of inquiry and must convince the reader that there is an important need that can be met by your project. The statement of need includes: a description of the target population and geographical area; appropriate statistical data in abbreviated form; and several concrete examples.

Methodology

The methodology should be appropriate to your statement of need and present a clear, logical and achievable solution to the stated need. Describe the project briefly, including major activities, names and titles of key project staff, and your desired objectives. As with the organization description, this will be presented in far greater detail in a full proposal.

Other Funding Sources

Other funding sources being approached for support of this project should be listed in a brief sentence or paragraph.

Summary

The final summary restates the intent of the project, affirms your readiness to answer further questions, and thanks the potential funder for its consideration.

Note: attachments should be included only at the direction of the potential funder and should be specific to its application guidelines.

To learn more about proposal writing, take the Foundation Centers online tutorial, Proposal Writing Short Course. The Foundation Center also offers a full-day proposal writing seminar in various locations around the country.


Resources

There are a number of resources that provide information on letters of inquiry. These books can be checked out:

Sample Letter of Inquiry

Organization Letterhead

Date

Name
Title
Organization
Address
City, State, Zip

Dear Name:

The (Your Organization) seeks support of $XX,XXX from the ABC/XYZ Foundation for (seed money, general support, project support, publications support, etc.) of our (special project). [1] We are grateful for the support we received from the ABC/XYZ Foundation in 19XX for (description) and think this new proposal may be of comparable interest to your foundation. [2] We think this project is very much aligned with ABC/XYZ goals in (field of interest, other funded projects or guideline statement).

Our organization, established in 19XX, is serving the (geographical) community with our services: (List). Recently we were honored by (description) for (accomplishment). (Insert one or two other accomplishments of entire organization.)

The project for which we request funds will make a difference in the lives of (such and such clientele) in the following way: (insert specifics of plan). The project will take the X amount of time, X amount of $$$$ and we expect the following concrete results: [a], [b], and [c].

We have received (grant support, contributions, inkind, volunteer, volunteer staff help, etc.) in the early stages. Support the first year will come from [a], [b], and [c] and the project will (be complete at that time or supported in the future by [a], [b], and [c]).

We invite you visit the project and we will call by (date) (or within two weeks) to arrange your visit. We will be glad to submit a full proposal with additional information for your further review.

Sincerely,

(sign)

Your Name
Your Complete Phone Number

Publication of McClellan Funding Information Library, San Mateo, California-April 1993 (Rev.)

style of business letters

Oktober 16, 2010

Nama : Herman Ngolu Sihombing

Kelas : 3EB10

NPM : 21208375

 

 

Style 1 : FULL BLOCK STYLE (BENTUK LURUS PENUH)

_____________________

_________________________________ (1)

_____________________

_____________________________________________________________________

________________ (2)

 

________________ (3)

 

__________________

__________________

__________________ (4)

__________________

 

______________________(5)

 

____________________ (6)

 

______________________________ (7)

 

_____________________________________________________________

_____________________________________________________________

 

_____________________________________________________________

_____________________________________________________________ (8)

 

_____________________________________________________________

_____________________________________________________________

 

 

__________________ (9)

 

 

__________________ (10)

 

__________________ (11)

__________________ (12)

 

Description :

1.    Letterhead

2.    Reference

3.    Date line

4.    Inside address

5.    Attention line

6.    Salutation

7.    Subject line

8.    Body of  letter

9.    Complimentary close

10.  Signature

11.  Enclosure

12.  Carbon copy notation

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Style 2 : BLOCK STYLE (BENTUK LURUS)

_____________________

_________________________________ (1)

_____________________

 

______________________________________________________________________

________________ (2)                                  ____________________ (3)

 

__________________

__________________ (4)

__________________

__________________

 

______________________(5)

 

____________________ (6)

 

______________________________ (7)

 

_____________________________________________________________

_____________________________________________________________

 

_____________________________________________________________

_____________________________________________________________ (8)

 

_____________________________________________________________

_____________________________________________________________

 

___________________ (9)

 

___________________ (10)

 

Description :

1.            Letterhead

2.            Reference

3.            Date line

4.            Inside address

5.            Attention line

6.            Salutation

7.            Subject line

8.            Body of  letter

9.            Complimentary close

10.          Signature

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Style 3 : SEMI BLOCK STYLE (BENTUK SETENGAH LURUS)

______________________

_________________________________ (1)

______________________

 

_______________________________________________________________________

________________ (2)                                     ___________________ (3)

 

__________________

__________________ (4)

__________________

__________________

 

______________________(5)

 

____________________ (6)

 

____________________________________ (7)

 

_______________________________________________________

_____________________________________________________________

 

_______________________________________________________

_____________________________________________________________ (8)

 

_______________________________________________________

_____________________________________________________________

 

___________________(9)

 

 

____________________(10)

 

Description :

1.            Letterhead

2.            Reference

3.            Date line

4.            Inside address

5.            Attention line

6.            Salutation

7.            Subject line

8.            Body of  letter

9.            Complimentary close

10.          Signature

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Style 4 : SIMPLIFIED STYLE (BENTUK YANG DISEDERHANAKAN)

___________________

________________________________ (1)

________________________

 

______________________________________________________________________

________________ (2)

 

________________ (3)

 

__________________

__________________ (4)

__________________

__________________

 

______________________(5)

 

_____________________________________________________________

_____________________________________________________________

 

_____________________________________________________________

_____________________________________________________________ (6)

 

_____________________________________________________________

_____________________________________________________________

 

 

 

_____________________ (7)

 

 

Description :

1.          Letterhead

2.          Reference

3.          Date line

4.          Inside address

5.          Subject line

6.          Body of Letter

7.          Signature

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Style 5 : HANGING INDENTATION STYLE (BENTUK ALINEA MENGGANTUNG)

______________________

_________________________________ (1)

______________________

 

_______________________________________________________________________

________________ (2)                                      ___________________(3)

 

__________________

__________________

__________________ (4)

__________________

 

______________________(5)

 

 

___________________________ (6)

 

_____________________________________________________________

_____________________________________________________________

 

_____________________________________________________________

_____________________________________________________________ (7)

 

_____________________________________________________________

_____________________________________________________________

 

 

__________________ (8)

 

__________________ (9)

 

Description :

1.          Letterhead

2.          Reference

3.          Date line

4.          Inside address

5.          Salutation

6.          Subject line

7.          Body of  letter

8.          Complimentary close

9.          Signature

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

MENUMBUHKAN SIKAP BAHASA YANG POSITIF TERHADAP BAHASA INDONESIA BAGI MAHASISWA

Mei 19, 2010

Di dalam ruang lingkup kemahasiswaan dibutuhkan komunikasi yang baik dalam berinteraksi antar sesama dan dalam komunikasi tersebut digunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Mahasiswa/mahasiswi dapat belajar sikap bertutur kata dalam bahasa yang baik dalam kegiatan belajar dan mengajar. Kenyataan ini membuat adanya peningkatan dalam penyebarluasan pemakaian bahasa Indonesia dalam fungsinya sebagai alat komunikasi antar sesama

Didukunng dengan mata kuliah bahasa Indonesia di lingkungan perkuliahan membuat mahasiswa/mahasiswi semakin meningkatkan kualitas berbahasa Indonesia. Mahasiswa/mahasiswi diajarkan untuk lebih mengerti dalam penulisan, penyusunan dan pengucapan dalam berbahasa yang baik dan benar. Pentingnya mempelajari bahasa Indonesia dalam hubungannya dengan ilmu pengetahuan karena, mahasiswa/mahasiswi sebagai calon sarjana dipersipakan tidak hanya untuk menjadi konsumen ilmu pengetahuan melainkan juga sebagai produsen dalam bidang ilmiah.

Tujuan mata kuliah bahasa Indonesia yang diberikan kepada mahasiswa/mahasiswi memiliki tujuan :
1. Menumbuhkan kesetiaan terhadap bahasa Indonesia yang nantinya diharapkan dapat mendorong mahasiswa memelihara bahasa Indonesia.
2. Menumbuhkan kebanggaan terhadap bahasa Indonesia yang nantinya diharapkan mampu mendorong mahasiswa mengutamakan bahasanya dan menggunakannya sebagai lambang identitas bangsa.
3. Menumbuhkan dan memelihara kesadaran akan adanya norma bahasa Indonesia yang nantinya diharapkan agar mahasiswa terdorong untuk menggunakan bahasa Indonesia sesuai dengan kaidah dan aturan yang berlaku.
Pada dasarnya mahasiswa telah memahami penggunaan kaidah tata bahasa Indonesia yang baik dan benar. Karena bagaimanapun bahasa memiliki peran penting dalam proses pembangunan karakter setiap mahasiswa.

PERTANYAAN
1. Apa yang dimaksud dengan ejaan??
2. Apa saja yang menjadi ruang lingkup ejaan?
3. Perlukah sebuah bahasa memiliki ejaan? Mengapa?
4. Apa Peranan ejaan bagi ragam tulisan?

JAWABAN
1. Ejaan adalah seperangkat aturan tentang cara menuliskan bahasa dengan menggunakan huruf, kata, dab tanda baca sebagai sarananya
2. Ruang Lingkup Ejaan :
a. Pemakaian huruf membicarakan masalah yang mendasar dari suatu bahasa yaitu Abjad, Vocal, Konsonan, Pemenggalan, Nama diri.
b. Penulisan Huruf membicarakan beberapa perubahan huruf dari ejaan sebelumnya yang meliputi : a. Huruf Kapital dan , b. Huruf Miring
c. Penulisan kata membicarakan bidang morfologi dengan segala bentuk dan jenisnya berupa :
1) kata dasar
2) kata turunan
3) kata ulang
4) gabungan kata
5) kata ganti kau, ku, mu, dan nya
6) kata depan di, ke , dan dari
7) kata sandang si dan sang
8) partikel
9) singkatan akronim
10) angka dan lambing
d. Penulisan unsure serapan membicarakan kaidah cara penulisan unsure serapan terutama kosa kata yang berasal dari bahasa asing
e. Pemakaian tanda baca (Pugtuasi) membicarakan teknik penerapan kelima belas tanda baca dalam penulisan tanda baca itu adalah :
1) tanda titik ( . )
2) tanda koma ( , )
3) tanda titik koma ( ; )
4) Tanda titik dua ( : )
5) Tanda hitung ( – )
6) Tanda pisah ( — )
7) Tanda ellipsis ( — )
8) Tanda Tanya ( ? )
9) Tanda seru ( ! )
10) Tanda kurung ( (…) )
11) Tanda kurung siku ( […] )
12) Tanda petik ganda ( “…..” )
13) Tanda petik tunggal ( ‘…..’ )
14) Tanda garis miring ( / )
15) Tanda penyingkat kata ( ‘ )

3. Perlu, Karena ketiadaan ejaan akan menyulitkan komunikasi dan memberikan peluang untuk kesalahpahaman, dan Karena ejaan merupakan kaidah yang harus di patuhi oleh pemakai bahasa demi keteraturan dan keseragaman bentuk, terutama dalam bahasa tulis. Keteraturan bentuk akan berimplikasi pada ketepatan dan ke jelasan makna

4. Peranan ejaan dalam ragam tulisan :
1. menggantikan beberapa unsure non bahasa yang diperlukan untuk memperjelas gagasan atau pesan.
2. Dalam penyajian sebuah konsep tulisan mempunyai peranan dalam menyusun struktur bahasa yang objektif, metodis, sistematis, dan universal. Peranan tersebut mencakup penggunaan ejaan dalam tulisan penerapannya harus sesuai dengan kaidah kaidah yang berlaku beberapa hal sederhana misalnya tentang kaidah penggunaan huruf kapital bahwa pada setiap awal kalimat harus diawali dengan huruf kapital, selain penggunaan huruf kapital tersebut masih banyak aturan penggunaan ejaan yang lainnya.

PARAGRAP YANG BAIK DAN BENAR

Mei 19, 2010

Paragraf

A.  Pengertian Paragraf

Paragraf merupakan bagian karangan yang terdiri atas beberapa kalimat yang berkaitan secara utuh dan padu serta membentuk satu kesatuan pikiran.

B. Persyaratan Paragraf yang Baik

1. Kepaduan Paragraf

Untuk mencapai kepaduan,langkah-langkah yang harus kita lakukan adalah kemampuan merangkai kalimat sehingga bertalian secara logis dan padu. Terdapat dua jenis kata penghubung, yaitu kata penghubung intra-kalimat dan kata penghubung antar-kalimat. Kata penghubung intra-kalimat ialah kata yang menghubungkan anak kalimat dengan induk kalimat, sedangkan kata penghubung antar-kalimat ialah kata yang menghubungkan kalimat yang satu dengan yang lainnya. Contoh penghubung intra-kalimat yaitu karena ,sehingga, tetapi, sedangkan, apabila, jika, maka, dll. Contoh kata penghubung antar-kalimat yakni oleh karena itu, jadi, kemudian, namun, selanjutnya,bahkan dan lain-lain.

2. Kesatuan Paragraf

Kesatuan ialah tiap paragraf  hanya mengandung satu pokok pikiran yang diwujudkan dalam kalimat utama. Terdapat ciri-ciri dalam membuat kalimat utama, yakni kalimat yang dibuat harus mengandung permasalahan yang berpotensi untuk diperinci atau diuraikan lebih lanjut. Adapun ciri-ciri yang lain yaitu kalimat utama dapat dibuat lengkap dan berdiri sendiri tanpa memerlukan kata penghubung.

3. Kelengkapan Paragraf

Sebuah paragraf dikatakan lengkap apabila didalamnya terdpat kalimat penjelas secara lengkap untuk menunjuk pokok pikiran atau kalimat utama. Ciri kalimat penjelas yaitu berisi penjelas berupa rincian, keterangan, contooh, dll. Kelengkapan paragraf berhubungan dengan cara mengembangkan paragraf. Paragraf dapat dikembangkan dengan cara pertentangan, perbandingan, analogi, contoh, sebab akibat, definisi, dll.

C. Pengembangan Paragraf

  • Cara  Pengembangan Paragraf

1.      Cara Pertentangan

Pengambangan paragraf dengan cara pertentangan biasanya menggunakan ungkapan-ungkapan seperti berbeda dengan, bertentangan dengan, sedangkan, lain halnya dengan, akan tetapi dan bertolak belakang dari.

Contoh:

“Teknologi ion negative: mesin pendingin udara dengan ion negative menggunakan ion oksigen yang dihasilkan dari pemecahan uap air (H2O). kadar oksigen yang dihasilkan dapat menyegarkan tubuh. Akan tetapi, produk ini masih terlalu rendah untuk mengurangi polusi udara dalam ruang.”

2.      Cara Perbandingan

Pengembangan paragraph dengan cara perbandingan biasanya menggunakan ungkapan seperti serupa dengan, seperti halnya, demekian juga, sama dengan, sejalan dengan, akan tetapi, sedangkan dan sementara itu.

Contoh:

“Sistem pemerintahan desentralisasi di Indonesia telah memboroskan uang negara secara signifikan. Seperti halnya rayap yang menggerogoti kayu, sistem ini telah memakan secara berangsur-angsur aset negara hingga negara itu secara perlahan-lahan dihancurkan. Berbeda dengan sistem terpusat, jumlah pengeluaran negara untuk kepentingan politik di sistem ini ternyata melebihi pengeluaran di bidang lain.”

3.      Cara Analogi

Analogi adalah bentuk pengungkapan suatu objek yang dijelaskan dengan objek lain yang memiliki kesamaan. Biasanya dilakukan dengan kiasan. Kata-kata yang digunakan yaitu ibaratnya, seperti, dan bagaikan.

Contoh:

“Hidup itu ibarat air, jika kita terus memperhatikan air mengalir, kita tidak akan tahu air itu akan kemana. seperti halnya jika kita hidup tanpa arah dan tujuan.”

4.      Cara Contoh-contoh

Kata seperti, misalnya, contohnya dan lain-lain adalah ungkapan-ungkapan dalam pengembangan dalam mengembangkan paragraph dengan contoh.

Contoh:

“Sistem pemerintahan desentralisasi di Indonesia telah memboroskan uang negara secara signifikan. Sebagai contoh, satu kali pemilu di tingkat kota diperlukan dana lebih dari 40 milyar. Jika di Indonesia ada 100 kabupaten/kota, berarti biaya pemilu akan mencapai 4000 milyar. Biaya ini belum memasukkan biaya pemilu di tingkat propinsi dan tingkat pusat.”

5.      Cara Sebab Akibat

Pengambangan paragraph dengan cara sebab akibat dilakukan jika menerangkan suatu kejadian, baik dari segi penyebab maupun dari segi akibat. Ungkapan yang digunakan yaitu, padahal, akibatnya, oleh karena itu, dan karena.

Contoh:

“Kemarau tahun ini cukup panjang. Sebelumnya pohon-pohon di hutan sebagai penyerab air banyak yang ditebang. Di samping itu, irigasi di desa tidak lancar. Ditambah lagi dengan harga pupuk semakin mahal dan kurangnya pengetahuan para petani dalam menggarap lahan pertaniannya. Oleh karena itu, tidak mengherankan panen di desa ini selalu gagal.”

6.      Cara Definisi

Adalah, yaitu, ialah, merupakan adalah kata-kata yang digunakan dalam mengembangkan paragraf dengan cara definisi, kata adalah digunakan jika sesuatu yang didefinisikan di awali dengan kata benda, yaitu digunakan jika sesuatu akan didefinisikan diawali dengan kata kerja atau sifat.

Contoh:

”Apa itu biologi? Tentunya banyak orang yang sering bertanya-tanya mengenai cabang ilmu yang satu ini. Ilmu yang baru didapat mulai SLTP ini mempelajari segala sesuatu yang berkaitan dengan makhluk hidup. Penggolongan organisme dalam biologi tidak sebatas apa yang diketahui orang awam selama ini. Kingdom-istilah untuk kelompok makhluk hidup terbagi atas virus, archaebacteria, eubacteria, protista, fungsi, platae dan animalia.”

7.      Cara Klasifikasi

Adalah pengembangan paragraf melalui pengelompokan berdasarkan ciri-ciri tertentu. Kata-kata yang biasa digunakan yaitu dibagi menjadi, digolongkan menjadi, terbagi menjadi, dan mengklasifikasikan.

Contoh:

“Berdasarkan letak garis edarnya, planet-planet terbagi menjadi dua, yaitu planet dalam dan planet luar. Planet dalam ialah planet-planet yang dekat dengan matahari, misalnya Merkurius, Venus, Bumi dan Mars. Sedangkan sisanya termasuk dalam kategori planet luar.”

  • Jenis-jenis Paragraf

1.      Narasi : menceritakan suatu kejadian berdasarkan kronologi

Contoh : “Prosesnya cukup cepat. Mula-mula saya menyiapkan naskahnya. Naskah itu lalu saya bawa ke bagian peneriamaan naskah. Kemudian, saya mendiskusikan dengan Pak Broto mengenai bentuk akhir majalah. Selanjutnya, naskah yang sudah diatur tata letaknya dibawa ke bagian percetakan. Akhirnya, kita tinggal menunggu hasilnya.”

2.      Deskripsi : menggambarkan suatu kejadian dengan kata-kata yang merangsang indra agar realistis.

Contoh : ” Gadis kecil itu. Ia terus memandangi lautan yang biru. Gulungan riak-riak kecil tak membuatnya bergeming. Hembusan hawa pantai nan panas, tak membuat matanya beralih dari laut. Air pantai terus menyapu lembut kulit kakinya. Deburan suara ombak mengisiki telinganya. Hari itu langit tak berawan. Ia terus memandangi laut. Laut yang semakin biru sampai ambang cakrawala.Ia memandangi nelayan yang tengah menepi. Memandangi pulau kecil nan jauh di seberang sana. Ia benci laut! Gadis itu benci laut, karena di sanalah kedua orang tuanya meninggal.”

3.      Eksposisi : menguraikan sesuatu sejelas-jelasnya agar pembaca mudah mengerti dan jelas.

Contoh : “Dalam tubuh manusia terdapat aktivitas seperti pada mesin mobil. Tubuh manusia dapat mengubah energi kimiawi yang terkandung dalam bahan–bahan bakarnya yakni makanan yang ditelan menjadi energi panas dan energi mekanis. Nasi yang Anda makan akan dibakar dalam tubuh sebagaimana bensin dibakar dalam silinder mesin mobil. Sebagian dari energi kimiawi yang disediakan oleh nasi itu diubah menjadi energi panas yang membuat tubuh tetap hangat. Sebagian lagi berubah menjadi energi mekanis yang memungkinkan otot-otot dapat memompa darah dalam tubuh atau menggerakkan dada pada waktu bernapas.”